Terkadang, membuat sebuah tulisan yang baik adalah hal mudah.
Tentunya, bagi mereka yang telah lama berkecimpung dan memiliki jam terbang
tinggi di dunia kepenulisan. Juga, bagi orang-orang yang
hobi membaca apa saja. Hal ini, sedikit-banyak memudahkan mereka dalam
menciptakan sebuah tulisan.
Namun, bagi penulis pemula
seperti saya, menulis adalah suatu hal yang --bisa dikatakan-- sulit untuk dikerjakan.
Terang saja, untuk membuat
tulisan yang memuat beberapa paragraf, tentunya dimulai dari paragraf pertama.
Sebuah paragraf yang menentukan awal ketertarikan dan membawa nasib keseluruhan tulisan, agar dilirik
dan dinikmati pembaca.
Memang terlalu naif, peran paragraf pertama tidak selalu seperti itu, tapi ini merupakan suatu fakta di lapangan. Ramai orang akan memutuskan melanjutkan bacaan atau tidak, tergantung paragraf pertama tulisan tersebut. Pada cerpen dan novel, paragraf pertama dapat menjadi umpan terbaik agar pembaca betah berlama-lama melanjutkan cerita dan menyelesaikan bacaannya.
Apalagi dalam ranah kepenulisan berita dan opini, isi dari paragraf pertama adalah inti keseluruhan tulisan.
Jika paragraf pertama tidak memikat hati pembaca, maka umumnya pembaca akan melirik dan
mencari tulisan lain.
Bahkan, di dunia sekarang
yang penuh kesibukan dan mobilitas tinggi, membaca tulisan dengan paragraf
banyak, akan memakan waktu pembaca. Mereka hanya melirik satu-dua paragraf
awal, paragraf selanjutnya ditinggalkan. Karena merasa sudah mendapatkan isi
dari tulisan, hanya dengan membaca paragraf awal saja.
Sadis, bukan?
Sadis, bukan?
Ya, Inilah salah satu
ironisasi yang memang --mau atau tidak mau-- akan diterima penulis, juga sebagai sebuah tantangan yang nyata. Tenang, anda tidak sendiri. Ada saya. Dan
ratusan penulis lain. Hehe
Bagi seorang pegagum syair
seperti saya, ketika disuruh menulis satu-dua paragraf yang berisi kisah atau cerita, adalah
satu hal yang butuh pengorbanan ekstra. Sungguh. Apalagi saya pun masih dalam tahapan mengenal dan belajar dunia tulis-menulis.
Bagaimana tidak? Seseorang yang sudah biasa menulis puisi, mereka dapat menulis satu set tulisan yang merangkum kesatuan kisah,
menjadi padat serta sedikit baris kalimat. Dan hanya dituang dalam beberapa
bait saja.
Kali ini, ia harus
mengembangkannya menjadi lebih dari dua paragraf, yang masing-masing paragraf
berisikan minimal tiga sampai empat kalimat. Huft. Sebuah lembur panjang bagi
pikiran saya.
Bukankah ini sebuah
kontradiksi? Ya, setidaknya itulah satu interupsi kecil dari pikiran dan batin
saya.
Dan setidaknya lagi, keresahan ini menjadikan tulisan yang anda baca sekarang, tidak sedikit paragraf, bukan? Hehe.
Dan setidaknya lagi, keresahan ini menjadikan tulisan yang anda baca sekarang, tidak sedikit paragraf, bukan? Hehe.
Semua
bermula dari paragraf pertama. Dari keberanian kita menuliskan itu. Tulis
saja.
Salam Pena !
Bogor, 28 September 2016
N. A. Fadhli
Komentar
Posting Komentar