Mungkin doa-doa dan harapan
kita tentang dia, bertuliskan nama yang salah. Tidak apa-apa, bukan kita yang
salah. Bukan juga dia yang salah. Dan tidak ada yang perlu disalahkan.
Terkadang, bukan doa-doa kita
yang salah. Bukan pula harapan-harapan atau ekspektasi tentang dia, yang
mungkin terlalu tinggi. Tidak apa-apa menaruh harapan tinggi, bagus sekali
malah. Selama diiringi sebening niat, ikhtiar yang ikhlas nan besar, setara
nilainya dengan ekspektasi-ekspektasi itu.
Bukan pula salah waktu, atau
detik yang pernah menyatukan pertemuan. Mereka tidak pernah salah, karena
setiap milidetik kejadian sudah terjadwal dalam Kitab Langit Paling Taat.
Lagi-lagi, tidak ada yang perlu disalahkan. Kita tidak perlu
memaki atau mengutuk masa lalu. Karena mereka telah menjadi kenangan. Justru
kita selayaknya berterima kasih, karena mereka berkenan menjadi tumpuan
langkah-langkah kita menuju masa sekarang, menuju hari ini, dan ribuan hari
berikutnya. Semoga.
Sekali lagi, tidak ada yang perlu disalahkan, apalagi
disesalkan. Aku pun masih beajar demikian. Sulitnya untuk tidak menyalahkan keadaan. Apapun keadaan.
Jika pun harus ada yang disalahkan, salahkan saja
singgasana-singgasana hati kita terdahulu, terlalu rapuh dihujani panah-panah
keindahan itu. Hingga membuat istana kita hancur berkeping. Bukankah kau pernah
bilang, kalau keindahan dunia adalah panah-panah yang merobohkan?
Ayolah tersenyum, istanamu
dan istanaku kini lebih kokoh daripada yang dahulu. Kita sudah membangunnya
kembali. Bahkan, bola meriam dari keindahan-keindahan dunia sekalipun menembak
singgasana kita, masih dapat terhalang oleh tembok barisan depan, dan masih ada
berlapis tembok lagi. Tenang saja.
Kemudian..
"Apa yang seharusnya dilakukan
sekarang?" tanyamu.
Marilah mulai dengan doa-doa
baru, harapan-harapan baru, juga... nama baru yang akan dihadirkan dalam lembaran
selanjutnya hidup kita. Dengan sebening dan setulus doa. Hanya satu nama, satu
jiwa, dan satu ikatan yang telah digariskan sejak ribuan tahun silam.
Meskipun pada akhirnya tidak
disatukan dengan dia, harapan-harapan kita sudah tertaut pada DIA. Doa-doa yang
kita lantunkan, semoga menjadi senandung paling khusyuk menyebut asma-Nya.
Inilah karunia terbesar yang orang-orang idamkan sejak dahulu.
Lantunan-lantunan doa kita
tentang dia, telah jauh tertutup oleh doa-doa kita tentang diri sendiri.
Tentang perbaikan-perbaikan, dan jauh lebih daripada itu.. sebuah ketakutan
tatkala jauh dengan DIA.
Pada akhirnya, doa-doa
tentang dia, kini menjadi tentang DIA. Hei, kenapa harus ada air mata yang
tumpah? Berbahagialah.
Ah, dasar! Mengapa air mata
ini juga ikut serta tumpah?
Bogor, Januari 2017
N. A. Fadhli
Keren
BalasHapusTerima kasih, shin...
Hapus