“Pergilah, tidak usah
memanggilku. Apalagi untuk mengundang tangis di matamu.”
“Tapi, kita masih bisa
bertemu lagi, kan?”
“Bisa. Asalkan kamu memilih
dia yang dapat menjadikanmu bahagia dan selalu membuat semangatmu berkobar.
Itu saja. Sisanya, tolong jangan panggil aku. Apalagi memanggil
kesedihan-kesedihan yang pernah kita rasakan.”
“Aku ingin selalu bersamamu. Denganmu, aku merasakan banyak hal.
Sedih, senang, semangat, letih, semua perasaan yang belum pernah kutemui jika
bersama yang lain.”
“Selalu ada, dan masih akan
terus ada... yang lebih baik dariku. Pergilah bersamanya. Sudah saatnya kau bersama dia.”
“Jika aku pergi, apakah kamu akan sendirian?”
“Percayalah, aku akan selalu
ramai dikunjungi peristiwa tentangmu, yang akan menjadi kenangan dan aku.
Bahkan selepas kepergianmu, pengunjung yang mendatangiku, akan selalu lebih
ramai. Setiap hari, jam, menit, bahkan detiknya.”
"Terimakasih atas
pengertianmu. Aku akan meninggalkanmu dengan damai. Meskipun kejadian yang
selalu kuciptakan, seringkali menjelma pengunjung paling tidak enak untukmu,
aku akan menciptakan kejadian yang membahagiakan. Agar pengunjung yang datang
kepadamu, tidak merepotkan.
Aku pamit. Dan dengan
meninggalkanmu, aku akan pergi bersamanya, bersama masa depan yang akan menjadi
kamu, seikat masa lalu."
Bogor, Maret 2019
N. A. Fadhli
Komentar
Posting Komentar