Langsung ke konten utama

Postingan

Jujur, Mayoritas Karya saya Lahir dari Sini...

Setiap orang memiliki ciri khas, style dan metode-metode yang berbeda-beda, sehingga metode tersebut membuat mereka nyaman dalam melakukan sesuatu. Menjadi penulis, berarti tidak boleh jauh dari gadget (laptop/PC, ponsel, dan lainnya) atau mungkin kertas dan pena, sebagai logistik yang memproduksi berbagai karya. Mereka sadar bahwa(umumnya), laptop adalah aset berjalan yang harus menemani kapanpun ide segar berdatangan, bertamu dalam pikiran. Saya justru tipikal yang tidak betah kalau mengetik di laptop/PC. Lebih nyaman menggerakan jemari di layar touchscreen ponsel. Karena memiliki mobilitas tinggi dalam kebersamaannya dengan si pengguna. Selain itu, tipe seperti saya, menulis di ponsel lebih efektif dan efisien. Keberadaannya memiliki banyak keuntungan tersendiri, seperti : 1.  Bisa menggunakan aplikasi menulis di ponsel Ada banyak sekali aplikasi menulis yang bisa dimanfaatkan, salah satunya aplikasi ColorNote, dapat dengan mudah diunggah. Tampilan ColorNote tersebut
Postingan terbaru

Ore Wa Akiramenai = Saya Tidak Akan Menyerah !

Donna ni tsurakutemo, akiramenaide kudasai! Akhirnya pikiran kembali segar, semangat menulis untuk posting di blog timbul lagi(padahal hari ini tidak semangat, tetapi terkena sentil oleh satu-dua kalimat bahasa Jepang). Sebabnya karena iseng-iseng mencari kata motivasi versi bahasa Jepang, justru menemukan pepatah keren, sekaligus pas dengan kondisi dan tontonan saya pekan ini. Yasudah, dijadikan sebagai pembuka tulisan deh. Bagi pecinta anime, pasti beberapa sudah tidak asing dengan istilah tersebut, pepatah yang menjadi jargon bagi mayoritas tokoh utama series anime. Hehe. Donna ni tsurakumeto, akiramenaide kudasai,  yang artinya  “Sesulit apapun, jangan menyerah!” Lalu disambung dengan judul postingan, Ore wa akiramenai , artinya  “Saya tidak akan menyerah!” Pepatah ini mungkin sudah tidak asing dan sangat sering berkeliaran ditelinga kita, apalagi ditelinga saya. Hehe. Sehingga, kesan dan energi kuat yang dibawa pepatah itu hanya angin saja. Cepat nan mudah terhem

Percayalah! Aku Selalu Bersama Kerinduan

Ke manakah dirimu kini? Mungkinkah aku sudah kehilanganmu? Kutulis postingan ini sebagai ungkapan rasa rindu. Rindu pada setiap tulisanmu yang selalu menginspirasi. Rindu, meski hanya curhat-curhat keseharian atau segala peristiwa yang begitu berkesan bagimu. Tetap saja menebar bait-bait hikmah dan  ibroh  kehidupan bagiku, atau mungkin bagi mereka yang membaca tulisanmu. Rindu, sebab ungkapanmu tidak hanya sekadar kisah, namun menyimpan  ghirah – ghirah  perjuangan. Hanya ini saja rindu yang bisa kuungkapkan padamu. Aku tidak tahu apakah engkau mengetahui pesan ini, atau bahkan sama sekali tidak tahu rumah maya ini, tak mengapa. Tapi jika engkau mengetahui dan sempat mampir, menyimak hingga teliti, kumohon janganlah marah dahulu. Jika kau tidak memperbolehkanku untuk merindukanmu, izinkan aku merindu setiap kebaikan-kebaikan itu. Segala kebaikan dan pesan hidup disetiap naskah yang murni lahir dari jernihnya hatimu. Jikalau merindukan seseorang, ia rentan lenyap.

Pada Sebuah Jendela Kamar

Pada jendela kamar yang kau titipkan kerinduan, gerimis selalu saja datang. Menyapa lembut memori pertemuan dengannya dan sejuta ingatan. Juga dingin, yang terhirup embus napas, lebih dahulu membekukan taman kenangan, tentang cinta dan perjumpaan. Aku hanya diam. Menatap dan ditatap. Gerimis masih saja menemani kerinduan. Di tengah kebisuan, kau duduk pada bangku yang telah lama dipersiapkan di depan jendela. Sambil merapatkan kedua kaki berpijak di bantal bangku, kau tempelkan dagumu pada tangan yang memegang kedua betis itu. Melamun dan mengisak. Kita semakin dekat. Aku menyimak. Rintik gerimis selalu menawarkan ingatan. Sementara embun yang mencetak buram jendela, masih samar-samar dicerna penglihatan. Kau masih sabar menunggu sosok impian, penuh penantian. Berharap akan hadir seorang pangeran yang mengetuk jendela, lalu menuntun dan membawamu menuju taman harapan. Adakalanya, setiap kerinduan tak selalu kau titip lewat jendela. Terkadang, ia merupakan jelmaan dari

Cerpen Motivasi: Sesuai Permintaanmu, Aku akan Bersamanya

“Pergilah, tidak usah memanggilku. Apalagi untuk mengundang tangis di matamu.” “Tapi, kita masih bisa bertemu lagi, kan?” “Bisa. Asalkan kamu memilih dia yang dapat menjadikanmu bahagia dan selalu membuat semangatmu  berkobar. Itu saja. Sisanya, tolong jangan panggil aku. Apalagi memanggil kesedihan-kesedihan yang pernah kita rasakan.” “Aku ingin selalu bersamamu. Denganmu, aku merasakan banyak hal. Sedih, senang, semangat, letih, semua perasaan yang belum pernah kutemui jika bersama yang lain.” “Selalu ada, dan masih akan terus ada...  yang lebih baik dariku. Pergilah bersamanya. Sudah saatnya kau bersama dia.” “Jika aku pergi, apakah kamu akan sendirian?” “Percayalah, aku akan selalu ramai dikunjungi peristiwa tentangmu, yang akan menjadi kenangan dan aku. Bahkan selepas kepergianmu, pengunjung yang mendatangiku, akan selalu lebih ramai. Setiap hari, jam, menit, bahkan detiknya.” "Terimakasih atas pengertianmu. Aku akan meninggalkanmu dengan damai. Meskipun k

Jangan Takut! Paket Kegagalan Sudah Disiapkan untuk Kesuksesan Manusia

Kehidupan tidak pernah lepas dari yang namanya ujian dan tantangan. Hampir-hampir setiap manusia pernah merasakan satu nikmat itu. Entah untuk meningkatkan, mengingatkan, atau membubarkan. Tapi satu hal, kegagalan lagi-lagi membawa sekotak pembelajaran. Kesuksesan tidak dibangun dalam semalam. Butuh ratusan, bahkan ribuan hari untuk mencapainya. Seringkali, tangga kesuksesan baru muncul setelah seseorang mengecap kegagalan. Memperbaiki kegagalan yang paling konkrit adalah dengan merasakan kegagalan diri sendiri. Kita dapat belajar dari kegagalan orang lain, memperbaiki kesalahan yang dibuatnya agar tidak menimpa kehidupan kita di masa depan. Tapi, ada hal-hal tertentu yang memang itu adalah paket kegagalan untuk manusia, untuk setiap nama. Dan rasanya, kurang afdol jika kegagalan itu bukan milik kita. Saya tidak menyuruh siapapun gagal, saya juga tidak ingin gagal. Tidak ada seorang mana pun di dunia ini menyuruh kegagalan, kecuali setelahnya dijadikan bahan pembelajaran.

Belajar Menyusun Masa Depan dari Seorang Anak Kecil

Sudah seminggu yang lalu bertemu dengannya. Namun masih berbekas satu kalimat --yang mungkin sengaja atau tak sengaja-- ia ucapkan, sadar atau tidak sadar ia lontarkan. Ia adalah seorang anak laki-laki dengan umur enam tahun dan sekarang berstatus sebagai anak TK kelas B, yang sebentar lagi akan menjadi anak kelas satu SD. Panggilan akrabnya adalah Ai, namun saya lupa nama lengkap anak itu. hehe. Pengalaman berkesan tersebut bermula ketika Ai, dan orang tuanya yang berstatus sebagai Guru SD di tempat Ai bersekolah (TK dan SD di bawah satu Yayasan) bermain ke rumah kami. Bundanya (Bunda: Panggilan Ai kepada ibunya), mengantar Ai sekaligus mengajar di SD yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah keluarga kami. Sore itu, selepas Ashar, sekitar jam 16.40 WIB, Ai main dengan adik bungsu saya (Dhika) yang sekarang umurnya baru 4 tahun. Ai bercerita ini-itu, sana-sini, menanyakan Dhika kapan sekolah TK, juga berbicara ucapan yang sampai sekarang masih saya ingat. “Ai nanti a