Langsung ke konten utama

Sejatinya, Kita Memang Seorang ‘Penulis’



Saya terlalu kagum, dengan orang-orang yang mengazamkan diri untuk menjadi penulis. Malah, semakin salut. Mereka memiliki antusias dan ghirah kuat dalam membaca, juga seluang waktu merangkai jutaan kata, sampai yang paling makna. Mereka senantiasa dahaga akan setetes telaga yang menjelma cahaya, sebaris pengetahuan.
Sementara saya, dengan begitu sombong dan angkuhnya ingin menaiki panggung sastra tanpa tahu rumit dan luasnya dunia itu, kemudian berkelakar “Aku ingin menjadi penulis“, atau mengaku “Aku adalah seorang penulis“. Lalu berteriak gema, hingga dahaga. Bukan seperti mereka, haus untuk menerima setiap tetes cahaya. Tetapi saya hampa, haus karena keringnya hati yang kian gersang, karena sifat-sifat itu.
Saya menulis karena memang mayoritas tulisan bersumber dari kisah pribadi. Tulisan yang lahir dari berbagai pengalaman hidup, beberapa bacaan, juga segelintir kontemplasi dan renungan.
Neil Gaiman pernah mengatakan bahwa, “Mulailah menulis sesuatu yang hanya bisa engkau tulis. Karena, selalu ada penulis yang lebih pintar dan lebih baik darimu. Selalu ada orang-orang yang lebih hebat darimu dalam berbagai hal. Namun, mereka bukanlah dirimu.
Masing-masing dari kita memang unik, memiliki kisah tersendiri yang tidak sama dengan orang lain. Kisah yang berbeda dengan mereka. Maka, tuliskanlah kisah itu!
Buatlah jiwa-jiwa tergugah dengan kisah paling inspirasi. Jika kisah itu pilu, jadikan pembaca menggulirkan air mata. Menangis dalam renungan. Begitulah seharusnya.
Menulis era kontemporer, semisal berorasi dalam dunia digital.
Seseorang dapat menyihir ribuan kepala dengan kata-kata yang telah dirangkainya. Melahirkan karya dengan konten-konten baik dan bermanfaat, merupakan tugas utama. Para penulis harus menyiapkan peluru terbaik masing-masing.
Pengalaman adalah kaca paling bening. Melalui pengalaman, saya merasa bahwa, predikat penulis belumlah layak disematkan dalam pribadi ini. Masih terlalu jauh. Namun, ada setitik misi yang masih terjaga. Dan rangka-rangka lain dalam kebaikan dan perbaikan. Semoga.
Saya mengakui, banyak diantara tulisan-tulisan yang bertebaran dalam blog ini masihlah sampah. Kurang bergizi. Hanya pepesan kosong. Namun, izinkan saya, lagi dan berulang kali, menggantunggkan asa untuk berkecimpung dalam ranah literasi lebih jauh.
Tulisan-tulisan kemarin bolehlah sampah, asal semangat jangan patah. Selama semangat perbaikan terus hidup, dan menghidupkan lagi semangat yang lain.
Ernest ‘Papa’ Hemingway pernah memberikan semisal ultimatum dalam nasehatnya,
“Semua draf pertama tulisan adalah sampah.”
Dan dari titik itulah sebuah REVISI mulai bekerja.
Sehingga, tugas saya adalah terus memperbaiki tulisan. Belajar menambah banyak bacaan. Sampai tulisan itu tidak hanya memiliki estetika saja, tetapi sarat makna disetiap celah aksara.
Saya tidak terlalu berharap menjadi penulis yang seperti apa dan bagaimana, karena 
Sejatinya, kita memang penulis, yang menggoreskan kisah dalam buku kehidupan masing-masing.
Biarkan perjalanan kisah ini menuliskan lagi kisah lain di dalamnya, demi mengukir titik terindah, pada halaman paling akhir. Nanti. Semoga.
Salam Pena!
Bogor, Maret 2019
N. A. Fadhli


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Satu Per Tak Hingga dan Perenungannya

Semenjak menjadi siswa, selama belajar di SMA, saya hanya menyimak dan menelan setiap rumus beserta hasilnya. Pentingnya, jika bagian ini-itu hafal, beres sudah. Jarang sekali kepo, apalagi penasaran darimana dan bagaimana mengetahui prosesnya. Salah satu contoh yaitu dalam menghapal definisi sederhana, 1/~ , 1/0, 0/0, dan teman-temannya, plus perenungan memahami mereka. Namun, kali ini mencoba agar sama-sama dibahas 1/~ (satu per tak hingga) yang hasilnya adalah nol. Karena, mungkin banyak yang sudah tahu bahwa 1/0 nilainya bisa menjadi dua jenis, bisa menjadi ‘tak terdefinisi’ atau ‘tak hingga’. Contoh : 1/10 = 0,1 1/1000= 0,001 1/100000 = 0,00001 1/10000000 = 0,0000001 dst. Tapi, 1/~ = 0 Kenapa? Dari contoh sudah didapatkan pola, bahwa jika satu dibagi sepuluh, hasilnya 0,1. Dan, satu dibagi sepuluh juta, hasilnya 0,0000001. Semakin dibagi dengan bilangan besar, hasil semakin mendekati nol. Tak hingga merupakan sesuatu yang tak berbatas. Sehingga, satu d...

Ore Wa Akiramenai = Saya Tidak Akan Menyerah !

Donna ni tsurakutemo, akiramenaide kudasai! Akhirnya pikiran kembali segar, semangat menulis untuk posting di blog timbul lagi(padahal hari ini tidak semangat, tetapi terkena sentil oleh satu-dua kalimat bahasa Jepang). Sebabnya karena iseng-iseng mencari kata motivasi versi bahasa Jepang, justru menemukan pepatah keren, sekaligus pas dengan kondisi dan tontonan saya pekan ini. Yasudah, dijadikan sebagai pembuka tulisan deh. Bagi pecinta anime, pasti beberapa sudah tidak asing dengan istilah tersebut, pepatah yang menjadi jargon bagi mayoritas tokoh utama series anime. Hehe. Donna ni tsurakumeto, akiramenaide kudasai,  yang artinya  “Sesulit apapun, jangan menyerah!” Lalu disambung dengan judul postingan, Ore wa akiramenai , artinya  “Saya tidak akan menyerah!” Pepatah ini mungkin sudah tidak asing dan sangat sering berkeliaran ditelinga kita, apalagi ditelinga saya. Hehe. Sehingga, kesan dan energi kuat yang dibawa pepatah itu hanya angin saja. Cepat na...

Pada Sebuah Jendela Kamar

Pada jendela kamar yang kau titipkan kerinduan, gerimis selalu saja datang. Menyapa lembut memori pertemuan dengannya dan sejuta ingatan. Juga dingin, yang terhirup embus napas, lebih dahulu membekukan taman kenangan, tentang cinta dan perjumpaan. Aku hanya diam. Menatap dan ditatap. Gerimis masih saja menemani kerinduan. Di tengah kebisuan, kau duduk pada bangku yang telah lama dipersiapkan di depan jendela. Sambil merapatkan kedua kaki berpijak di bantal bangku, kau tempelkan dagumu pada tangan yang memegang kedua betis itu. Melamun dan mengisak. Kita semakin dekat. Aku menyimak. Rintik gerimis selalu menawarkan ingatan. Sementara embun yang mencetak buram jendela, masih samar-samar dicerna penglihatan. Kau masih sabar menunggu sosok impian, penuh penantian. Berharap akan hadir seorang pangeran yang mengetuk jendela, lalu menuntun dan membawamu menuju taman harapan. Adakalanya, setiap kerinduan tak selalu kau titip lewat jendela. Terkadang, ia merupakan jelmaan dari...

Percayalah! Aku Selalu Bersama Kerinduan

Ke manakah dirimu kini? Mungkinkah aku sudah kehilanganmu? Kutulis postingan ini sebagai ungkapan rasa rindu. Rindu pada setiap tulisanmu yang selalu menginspirasi. Rindu, meski hanya curhat-curhat keseharian atau segala peristiwa yang begitu berkesan bagimu. Tetap saja menebar bait-bait hikmah dan  ibroh  kehidupan bagiku, atau mungkin bagi mereka yang membaca tulisanmu. Rindu, sebab ungkapanmu tidak hanya sekadar kisah, namun menyimpan  ghirah – ghirah  perjuangan. Hanya ini saja rindu yang bisa kuungkapkan padamu. Aku tidak tahu apakah engkau mengetahui pesan ini, atau bahkan sama sekali tidak tahu rumah maya ini, tak mengapa. Tapi jika engkau mengetahui dan sempat mampir, menyimak hingga teliti, kumohon janganlah marah dahulu. Jika kau tidak memperbolehkanku untuk merindukanmu, izinkan aku merindu setiap kebaikan-kebaikan itu. Segala kebaikan dan pesan hidup disetiap naskah yang murni lahir dari jernihnya hatimu. Jikalau merindukan seseorang,...