Kemarin malam, ketika
mendengarkan lagu berjudul “Dengan Nafas-Mu” dari salah satu band papan atas
Indonesia, Ungu, saya begitu terseret ke dalam setiap lirik dengan penuh
penghayatan. Baru kali ini tiba-tiba terdiam dan sedikit merenung setelah
menghayati detail liriknya, dan dihubungkan dengan hal lain. Sehingga
memberanikan diri menulis artikel singkat ini.
Sebelum memasuki badan artikel di bawah, baiknya pembaca
mengingat dan atau lebih bagus sambil menyanyikan atau mendengarkan lagu itu.
Bagi yang belum tahu lagunya, berikut terlampir lirik dari lagu ungu “Dengan
Nafas-Mu”
Izinkan ku ucap kata taubat
Sebelum Kau memanggilku
kembali pada-Mu,
menutup waktuku
Izinkan ku serukan nama-Mu
Izinkan ku serukan nama-Mu
Sebelum nyawa dalam tubuhku
Kau ambil, kembali pada-MU
Karna ku tahu,
Karna ku tahu,
hanyalah pada diri-Mu
Tempatku mengadu,
tempatku mengeluh
Di dalam do’aku
Reff :
Dan demi nafas yang telah kau hembuskan dalam kehidupanku
Ku berjanji, ku akan menjadi
yang terbaik
Menjalankan segala
perintah-Mu,
menjauhi segala larangan-Mu
adalah sebaris do’aku untuk-Mu.
***
Semua manusia, sebelum
dilahirkan ke dunia, telah bersaksi langsung dihadapan Allah. Kita berjanji
serta bersaksi tentang Keesaan Allah. Hal ini telah dijelaskan dalam
surat Al-A’raf ayat 172.
Pemahaman dalam ayat
tersebut, berarti bisa juga menjadi beberapa hal, salah satunya naluri iman
dalam diri manusia. Sehingga membuat manusia telah berjanji bahkan sebelum
dilahirkan, bahwa kelak akan menjadi makhluk terbaik, dengan melakukan
segala perintah-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya, dikarenakan mengakui
Keesaan Allah pada suatu alam sebelum mereka dilahirkan.
Kemudian, Allah meniupkan
nafas-Nya (berupa ruh) kepada setiap manusia ketika kelahirannya di
dunia. Ingatan-ingatan dari janji itu dihapus, bersamaan dengan ruh yang
dihembuskan kepada jasad manusia, makhluk yang akan menjadi khalifah di muka
bumi.
“Perjanjian itu” tidak pernah
diingat lagi oleh manusia, sebab fitrah manusia sebagai makhluk adalah pelupa,
dan memang secara fitrah, manusia melupakan janji itu. Perjanjian tersebut
Allah ambil ketika ruh-ruh manusia dilahirkan bersama jasad ke bumi, sebagai
ujian yang diberikan Allah.
Perjalanan kita sebagai manusia yang mengemban amanah khalifah di bumi Allah, tentu saja memiliki rintangan dan ujian. Tantangan
tersebut adalah godaan dari iblis sebagai janji dan kesepakatan atas tangguhan
siksaan mereka sampai hari kiamat tiba.
Hingga akhirnya, manusia memohon di akhir kematiannya, agar diberikan seluang detik untuk sekadar
mengucap kata taubat, atau bersujud. Pada saat-saat kritis seperti itu, baru lah sadar
bahwa hanya kepada-Nya tempat segala keluh, tempat mengadu dalam setiap bait
doa.
Nanti dihari akhir, “janji
itu”, perjanjian yang pernah diucapkan, Allah buka kembali dalam ingatan
manusia.
Wallahu A’lam Bishawab.
Bogor, Februari 2017- 03
Maret 2017
N. A. Fadhli
Komentar
Posting Komentar