Cinta,
makhluk paling abstrak yang takkan pernah ada habis-habisnya untuk dibicarakan.
Kehadiran cinta selalu membersamai awal dan akhir kehidupan. Cinta tentang apa saja, dalam hal apa saja.
Bahkan, kehidupan pertama
manusia yang lahir ke dunia dikarenakan oleh Cinta-Nya.
Ramai orang mengubah dunia;
mencatatkan nama mereka dalam tinta emas peradaban, karena bermodalkan anugerah
indah tersebut. Selain itu, bertumpuk buku lahir memadati perpustakaan
dunia, karena dan tentang cinta.
“Tinggalkan seseorang yang
sedang dalam luapan cinta bersama pena dan kolam tinta. Tunggulah hingga lahir
ratusan cerita, yang akan menjadi kisah romansa paling bersejarah.” (N. A.
Fadhli, 2017)
teorema cinta itu ada banyak, yang kutahu baru dua. (N.
A. Fadhli, 2017)
Teorema Pertama Cinta.
Jika satu saja, cinta itu sudahlah cukup untuk menampung dan menebar energi kehidupan. Teorema pertama ini pun, sifatnya sangat fleksibel. Karena suatu saat akan bertransformasi menjadi teorema kedua.
Jika satu saja, cinta itu sudahlah cukup untuk menampung dan menebar energi kehidupan. Teorema pertama ini pun, sifatnya sangat fleksibel. Karena suatu saat akan bertransformasi menjadi teorema kedua.
Teorema Kedua Cinta.
Jika satu saja sudah mampu mengubah banyak kebaikan, apalagi jika keduanya menjadi sepasang, mereka sangatlah cukup menggenggam dan mengubah dunia.
Jika satu saja sudah mampu mengubah banyak kebaikan, apalagi jika keduanya menjadi sepasang, mereka sangatlah cukup menggenggam dan mengubah dunia.
Dua teorema ini lebih spesifik pada satu-dua insan yang sedang dihujani asmara. Penulis tidak berani lebih jauh, sebab pembahasan terkait cinta justru sangat-sangat-sangat luas. Apalagi sudah masuk lingkup cinta kepada orang tua, saudara, pekerjaan, cinta dan kontribusi kepada negara.
Mengapa tidak sampai tiga teorema cinta?
Akankah teorema ketiga
berbunyi, jika nol atau ketiadaan cinta, seperti demikian?
Cinta, meskipun seseorang
disakiti, nilainya masih tetap satu. Tidak pernah nol. Sebab, empunya sudah
terlanjur jatuh cinta. Empunya pun sudah dijaga oleh cinta itu sendiri, sejak sebelum dan sesudah kelahiran. Bahkan sampai kematiannya pun masih dijaga cinta.
Ketiadaan cinta adalah hal
paling mustahil. Karena anugerah itu sudah dititipkan oleh-Nya kepada manusia.
Namun, derita atas cinta terkadang menjadi sebuah keniscayaan. Getir kehidupan
akan terasa manis setelahnya, jika hati pernah merasakan kepedihan.
“Hati seseorang belum
hidup jika belum pernah merasakan sakit hati.” (Anonim)
Atau, jika teorema ketiga ada,
haruskah cinta itu berjumlah tiga?
Memang ada, hanya beberapa, bukan mayoritas. Diantaranya akan lebur menjadi teorema kedua,
lainnya luruh menjadi teorema pertama.
Dua teorema cinta,
tentang merasakan anugerah, sebab mencintai cinta itu sendiri, atau dicintai oleh cinta yang mencintaimu.
tentang merasakan anugerah, sebab mencintai cinta itu sendiri, atau dicintai oleh cinta yang mencintaimu.
Lagi-lagi, ketiadaan cinta
adalah hal paling mustahil. Bahkan seseorang yang telah tiada, masih dapat
menebar harumnya cinta, melalui kebaikan-kebaikan yang meresap hingga sekarang.
Seperti kebaikan, cinta sejatinya tidak pernah nol.
Bogor, Maret 2019
N. A. Fadhli
teorema itu apa mas Fadhli?
BalasHapusLogika yang bisa dibuktikan dengan aksioma dan asumsi dasar, kang...
HapusSatu tambah satu sama dengan tak hingga. Gitu kah mas hukum teorema cinta ini? Hahaha
BalasHapusWah bisa, bisa.. bisa juga. Mantap kak Dymar idenya. Hahaha
Hapus