Langsung ke konten utama

Kepercayaan adalah Bentuk Kepedulian dengan Harga Mahal



Ada yang bilang bahwa kepercayaan mudah digenggam. Hal tersulit di dalamnya yaitu mempertahankan kepercayaan. Dalam dunia bisnis, kepercayaan adalah sebuah harga mahal. Bisa dibilang, kepercayaan merupakan sebuah mandat, diberikan kepada ia yang kuat dan mampu.

Dalam urusan cinta, seseorang perlu memiliki komitmen agar dipercaya orang yang dikasihi. Selain itu, ia butuh seseorang untuk dipercaya. Ini akan melahirkan suatu pondasi yang kuat dalam hubungan asmara mereka. Mempercayai dan dipercaya.

Ketika seorang lelaki yang telah membulatkan tekad, lalu menaruh kepercayaan penuh kepada perempuan yang dicintanya, tapi perempuan tersebut tidak percaya kepadanya. Lantas, lelaki ini pasti menurun motivasi dan semangatnya. Sebab orang yang dia percaya tidak mempercayai dirinya. Begitupun sebaliknya.

Selanjutnya keluarga, sahabat, lalu kerabat kerja juga tidak mempercayai dirinya. Kepercayaan diri orang tersebut akan runtuh. Dunia seakan tidak membutuhkannya. Kita bisa menebak, bahwa pada akhirnya mungkin saja lelaki ini merencakan hal berdampak buruk bagi dirinya dan orang lain.

Di sisi lain, sebuah kepercayaan yang dititipkan seseorang kepada kita, meskipun orang itu bukan siapa-siapa,  merupakan satu siraman segar yang akan membangkitkan gairah dan motivasi dalam menjalani aktivitas. Satu demi satu kepercayaan yang dititipkan orang lain kepada kita, terlebih itu lahir dari keluarga, sahabat dan kerabat kerja, tentunya akan memperkokoh rasa percaya diri kita.

Tidak salah kalau "kepercayaan" masuk ke dalam delapan kado terindah yang harus kita berikan kepada orang lain. Mungkin bagi kita adalah hal biasa menitipkan sedikit kepercayaan kepada seseorang, tapi tidak bagi orang tersebut. Baginya, kepercayaan itu adalah sebuah amanah dan tugas yang akan menguatkan tekad dan motivasinya. Sungguh, betapa mahal sebuah kepercayaan. Sebab didalamnya, ia mengandung butir-butir kepedulian kita kepada mereka.


Bogor, Maret 2019

N. A. Fadhli






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Satu Per Tak Hingga dan Perenungannya

Semenjak menjadi siswa, selama belajar di SMA, saya hanya menyimak dan menelan setiap rumus beserta hasilnya. Pentingnya, jika bagian ini-itu hafal, beres sudah. Jarang sekali kepo, apalagi penasaran darimana dan bagaimana mengetahui prosesnya. Salah satu contoh yaitu dalam menghapal definisi sederhana, 1/~ , 1/0, 0/0, dan teman-temannya, plus perenungan memahami mereka. Namun, kali ini mencoba agar sama-sama dibahas 1/~ (satu per tak hingga) yang hasilnya adalah nol. Karena, mungkin banyak yang sudah tahu bahwa 1/0 nilainya bisa menjadi dua jenis, bisa menjadi ‘tak terdefinisi’ atau ‘tak hingga’. Contoh : 1/10 = 0,1 1/1000= 0,001 1/100000 = 0,00001 1/10000000 = 0,0000001 dst. Tapi, 1/~ = 0 Kenapa? Dari contoh sudah didapatkan pola, bahwa jika satu dibagi sepuluh, hasilnya 0,1. Dan, satu dibagi sepuluh juta, hasilnya 0,0000001. Semakin dibagi dengan bilangan besar, hasil semakin mendekati nol. Tak hingga merupakan sesuatu yang tak berbatas. Sehingga, satu d

Ore Wa Akiramenai = Saya Tidak Akan Menyerah !

Donna ni tsurakutemo, akiramenaide kudasai! Akhirnya pikiran kembali segar, semangat menulis untuk posting di blog timbul lagi(padahal hari ini tidak semangat, tetapi terkena sentil oleh satu-dua kalimat bahasa Jepang). Sebabnya karena iseng-iseng mencari kata motivasi versi bahasa Jepang, justru menemukan pepatah keren, sekaligus pas dengan kondisi dan tontonan saya pekan ini. Yasudah, dijadikan sebagai pembuka tulisan deh. Bagi pecinta anime, pasti beberapa sudah tidak asing dengan istilah tersebut, pepatah yang menjadi jargon bagi mayoritas tokoh utama series anime. Hehe. Donna ni tsurakumeto, akiramenaide kudasai,  yang artinya  “Sesulit apapun, jangan menyerah!” Lalu disambung dengan judul postingan, Ore wa akiramenai , artinya  “Saya tidak akan menyerah!” Pepatah ini mungkin sudah tidak asing dan sangat sering berkeliaran ditelinga kita, apalagi ditelinga saya. Hehe. Sehingga, kesan dan energi kuat yang dibawa pepatah itu hanya angin saja. Cepat nan mudah terhem

Jujur, Mayoritas Karya saya Lahir dari Sini...

Setiap orang memiliki ciri khas, style dan metode-metode yang berbeda-beda, sehingga metode tersebut membuat mereka nyaman dalam melakukan sesuatu. Menjadi penulis, berarti tidak boleh jauh dari gadget (laptop/PC, ponsel, dan lainnya) atau mungkin kertas dan pena, sebagai logistik yang memproduksi berbagai karya. Mereka sadar bahwa(umumnya), laptop adalah aset berjalan yang harus menemani kapanpun ide segar berdatangan, bertamu dalam pikiran. Saya justru tipikal yang tidak betah kalau mengetik di laptop/PC. Lebih nyaman menggerakan jemari di layar touchscreen ponsel. Karena memiliki mobilitas tinggi dalam kebersamaannya dengan si pengguna. Selain itu, tipe seperti saya, menulis di ponsel lebih efektif dan efisien. Keberadaannya memiliki banyak keuntungan tersendiri, seperti : 1.  Bisa menggunakan aplikasi menulis di ponsel Ada banyak sekali aplikasi menulis yang bisa dimanfaatkan, salah satunya aplikasi ColorNote, dapat dengan mudah diunggah. Tampilan ColorNote tersebut

Matematika Inspirasi : Kasih Sayang Ibu Tak Hingga

Pernah dengar istilah “ Kasih ibu sepanjang masa”  ?  Sebuah istilah yang sangat fenomenal, dikenal seantero dunia, sekaligus menandakan bahwa kasih sayang seorang ibu memang tiada batasnya. Bahkan, kasih sayang ibu tidak dibatasi jumlah anak, atau urutan kelahiran si anak. Istilah inipun sepertinya telah dibuktikan keabsahannya melalui notasi matematika, yaitu  Tak Hingga . Makna dari  Tak Hingga  berarti tak terbatas, tak terukur, negasi dari hingga dan tak terhitung. Semoga pemikiran ini dapat diterima logika serta penalarannya. Contoh kecil dari isitlah tersebut akan dibahas dalam simulasi matematika yang singkat dan sederhana, semoga tidak membingungkan ya... Simulasi  : ambil sebuah contoh yang paling sering dialami dalam sebuah keluarga(khususnya interaksi anak dan ibunya). Akan dibuktikan  : Bahwa kasih sayang seorang ibu tak hingga kepada semua anak-anaknya, tidak dibatasi jumlah anak dan urutan kelahiran si anak. Kasus Pertama  : Sang ibu mengataka

Belajar Menyusun Masa Depan dari Seorang Anak Kecil

Sudah seminggu yang lalu bertemu dengannya. Namun masih berbekas satu kalimat --yang mungkin sengaja atau tak sengaja-- ia ucapkan, sadar atau tidak sadar ia lontarkan. Ia adalah seorang anak laki-laki dengan umur enam tahun dan sekarang berstatus sebagai anak TK kelas B, yang sebentar lagi akan menjadi anak kelas satu SD. Panggilan akrabnya adalah Ai, namun saya lupa nama lengkap anak itu. hehe. Pengalaman berkesan tersebut bermula ketika Ai, dan orang tuanya yang berstatus sebagai Guru SD di tempat Ai bersekolah (TK dan SD di bawah satu Yayasan) bermain ke rumah kami. Bundanya (Bunda: Panggilan Ai kepada ibunya), mengantar Ai sekaligus mengajar di SD yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah keluarga kami. Sore itu, selepas Ashar, sekitar jam 16.40 WIB, Ai main dengan adik bungsu saya (Dhika) yang sekarang umurnya baru 4 tahun. Ai bercerita ini-itu, sana-sini, menanyakan Dhika kapan sekolah TK, juga berbicara ucapan yang sampai sekarang masih saya ingat. “Ai nanti a